Gedung 'Berhantu' Kemenkeu Bakal Jadi Convention Center

Kamis, 05 Apr 2018 08:06 WIB

Hendra Kusuma - detikFinance

Jakarta - Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) mendapat tugas dari pemerintah untuk mengelola kekayaan negara yang berasal dari jaman Belanda. Kekayaan tersebut berupa aset dalam banyak bentuk.

Aset yang dikelola badan layanan umum ini mulai dari tanah, ruko, hingga gedung yang memiliki nilai sejarah tinggi. Sampai saat ini aset yang dikelola sebesar Rp 32 triliun.

Tugas LMAN tidak sebatas merawat aset jaman Belanda tersebut namun juga harus dikelola sehingga memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Banyak aset yang dikelola oleh oleh badan yang berdiri di bawah Kementerian Keuangan ini sudah memberikan kontribusi dalam bentuk PNBP. Bahkan, LMAN memiliki rencana untuk mengubah gedung 'berhantu' yaitu Alexander Andries (AS) Maramis menjadi convention center alias tempat pertemuan pejabat negara nantinya.

Kajian Gedung 'Berhantu' Jadi Convention Center

Gedung Daendels. Foto: Sylke Febrina Laucereno.

Rencana besar LMAN mengubah gedung 'berhantu' AA Maramis sudah dilakukan feasibility study (FS). Kajian yang melibatkan berbagai macam ahli ini merekomendasikan bangunan kantor bersejarah dan terbesar se-Asia Tenggara ini akan menjadi convention center.

"Sekarang tugas LMAN adalah membuat semacam FS, ini mencoba mencarikan prospek untuk diapakan sih aset ini, kalau tadinya berupa gedung perkantoran era Belanda, sekarang mau diapakan? Apakah dibangun seperti apa? Itu tugas LMAN sekarang mencarikan prospek itu," kata Direktur Utama LMAN Rahayu Puspasari saat berbincang dengan detikFinance.

Rencana itu, kata Rahayu, juga tidak mengubah nilai sejarah gedung yang dibangun pada 1809 atau 209 tahun yang lalu. Sekalipun nantinya bakal menjadi komersil.

Pemanfaatan gedung 'berhentu' ini juga sama seperti di negara-negara lain. Di mana, mengkomersilkan gedung bersejarah untuk mencari dana. Dana tersebut diputarkan sebagai biaya perawatan sehingga tidak lagi membebankan APBN.

"So far tim ini mencoba mengusulkan, jadi yang namanya diusulkan belum bisa diterima, tapi beberapa usulan kita mengarahkan dengan mengedepankan nilai historis dan nilai sesuai cagar bidaya, kita akan coba convention meeting pejabat negara," kata dia.


Gedung Daendels. Foto: Sylke Febrina Laucereno.

Selain memiliki rencana mengkomersilkan gedung 'berhantu' yang terletak di kawasan lapangan Banteng, Jakarta Pusat. LMAN juga tengah menyusun rencana untuk membangun hotel di Bandung, Jawa Barat.

Wacana tersebut juga sebagai bentuk optimalisasi aset-aset milik negara yang tidak dimanfaatkan secara baik. Nantinya hotel kelas budget ini berdiri di atas lahan bekas milik PT Pertamina (Persero).

Hanya saja, untuk merealisasikan pembangunannya, LMAN masih menunggu rencana umum tata ruang (RUTR) di lokasi tersebut.

"Dengan melakukan market survei, jadi nanti di riset dulu. Sudah seperti layaknya investor yang paling layak apa yah di sini. Kalau misalnya wilayah di sini januh seperti waralaba yang kecil-kecil kan sekian meter ada lagi, itu kan sebenarnya sudah jenuhkan, nah itu kalau kita melakukan market riset kita akan mencari yang lain," kata Rahayu.

Untuk nilai investasinya belum diputuskan seberapa besar, yang pasti dananya berasal dari kas internal LMAN. Dari rencana yang telah disusun, hotel ini bakal beroperasi penuh pada 2020 atau menghabiskan waktu selama dua tahun pembangunannya.


Aset Mangkrak

Gedung Daendels. Foto: Sylke Febrina Laucereno.

Rahayu mengatakan seluruh aset yang dikelola oleh LMAN merupakan aset mangkrak yang tidak memiliki kontribusi terhadap negara. Bentuknya mulai dari tanah, gedung lama, ruko, apartemen, hingga kilang.

"Tugas kita adalah melakukan assessment terhadap optimalisasi aset, aset-aset yang diserahkan ke kita kalau dari sisi historis itu gedung AS Maramis, kalau dari portofolio gedung kantor," kata Rahayu.

Jika dirinci, asert yang diserahkan pemerintah kepada LMAN seperti tanah dulunya merupakan milik perusahaan BUMN ataupun lembaga pemerintah. Begitu juga dengan kilang minyak dan gas (migas) seperti Arun dan Bontang. Lalu untuk kantor kebanyakan bekas tanggungan Bank Indonesia seperti bank buku operasi dan bank buku usaha. LMAN juga mengelola 106 unit apartemen di Pusi Kasablanka.

"LMAN ditugaskan untuk mengoptimalkan. Kategorinya sih itu, ya karena aset mangkrak yang ada di Kementerian Keuangan majorly ya itu," kata Rahayu.


Kelola Aset Yang Diancam Massa

Gedung Daendels. Foto: Sylke Febrina Laucereno.
Seluruh aset mangkrak yang diserahkan kepada LMAN untuk dioptimalkan nampaknya tidak semudah membalikan telapak tangan.

Rahayu mengatakan seluruh aset tersebut statusnya belum free and clear. Artinya, setiap aset masih memiliki masalah mulai dari hukum, penghuni tak diundang, hingga ancaman dari massa.

"Ketika awal diserahkan ke negara apapun kondisinya harus diterima, isu legalnya banyak, entah itu diblokir, tidak ada dokumennya itu yang harus diselesaikan. Lalu isu administrasi seperti apartment Puri Kasablanka itu seperti tunggakan kita selesaikan, PBB nunggak kita selesaikan, berbagai isu sifatnya administrasi bangunan yang belum tercatat di negara kita selesaikan, ada tanggungan kita bayarkan tebusannya," kata Rahayu.

Ancaman dari massa ketika LMAN mendapat tugas mengelola suatu properti yang tanpa disadari sudah ada penunggunya alias pihak lain yang menguasai. Contohnya pada saat diberikan aset berupa gereja, kata Rahayu saat pihaknya melakukan proses legal ternyata ada pihak yang mengancam.

"Di Cikini dulu ada penghuni warung sudah belasan tahun, untuk buat mereka pergi nggak gampang, pasti ada perlawanan, terus yang paling parah, itu ada yang ngancem 100 massa," jelas Rahayu.

Meski demikian, setelah melakukan persuasif sesuai dengan SOP yang berlaku. Secara sukarela para penghuni tak diundang itu mau meninggalkan aset-aset milik negara yang dikelola oleh LMAN.

Sumber

close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==