Mantan Bos Yakuza Tobat, Ungkap Fakta Potong Jari, tak Semua Seperti di Film!

Jumat, 6 April 2018 16:19
TRIBUNMANADO.CO.ID

Sugawara Ushio
Kita mungkin lebih banyak mengenal Yakuza di film-film.

Kelompok ini identik dengan kejahatan dan kriminalitas.

Tapi benarkah seperti itu gambarannya?

Sugawara Ushio, mantan anggota Yakuza, menjadi bintang tamu dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV.

Bergabung ke Yakuza selama 20 tahun, Sugawara membeberkan semua masa kelamnya.

Sugawara mengatakan, tak semua kesan yang ada di film-film soal Yakuza, benar adanya.

Ia mengatakan, banyak hal yang terlalu dilebih-lebihkan.

Tapi, ia tak memungkiri, pembunuhan dan penyiksaan di kelompok Yakuza, memang nyata adanya.

Pada 1995, Sugawara memutuskan bergabung ke Yakuza setelah bisnisnya terpuruk.

Setelah depresi dan kecewa, ia mengambil jalan pintas, bergabung ke Yakuza untuk menyelamatkan hidupnya.

Menurut Sugawara, di film-film, Yakuza adalah geng kriminalitas.

Padahal, Yakuza lebih tepat disebut sebagai kelompok para pebisnis.

Yang membedakan, mereka pilih berbisnis di jalur ilegal.

Meski tak seseram di film-film, Sugawara mengatakan, kekerasan memang ada di kelompok ini.

"Tentu saja, ancaman pembunuhan pernah saya terima," kata Sugawara.

Tapi, Sugawara mengaku tak pernah melakukan pembunuhan, bahkan hanya sekadar mengancam bunuh.

Soal kebiasaan potong jari, juga ada betul di dunia Yakuza.

Sugawara memotong jari kelingkingnya sendiri.

Saat itu, ia melakukan kesalahan besar.

Terjadi bentrok antara kelompoknya dengan kelompok lain, karena Sugawara tak bisa membayar utang.

Sugawara kemudian dinyatakan bersalah, dan ia menebusnya dengan memotong jarinya, untuk meminta maaf.

Keluar dari Yakuza, juga tak seperti di film-film, yang digambarkan seseorang akan diburu hingga mati.

Menurut Sugawara, ia bisa melepas keanggotaan Yakuza begitu saja tanpa syarat.

Ia mengaku lega, bisa terbebas dari kehidupan sebagai seorang anggota Yakuza.

Tertangkap Karena Foto Viral

Shigeharu Shirai (72) seorang mantan bos yakuza yang melarikan diri dari Jepang sejak 2003, ditangkap oleh SWAT Thailand setelah foto tato kerennya jadi viral.

Shirai sudah menjadi buronan sejak 14 tahun lalu.

Dia kabur dari Jepang dan secara ilegal tinggal di Thailand, setelah membunuh bos rival gengnya di 2003.

Kakek 72 tahun ini ditangkap Rabu (10/1/2018) saat sedang keluar berbelanja di sebuah pasar di Lopburi, Thailand.

Dilansir dari laman Daily Mail, Shirai hidup secara diam-diam bersama istrinya yang asal Thailand, padahal Interpol Jepang telah bekerjasama dengan Biro Imigrasi Thailand telah memburunya 14 tahun.

Kehidupan adem ayem Shirai menjadi rumit setelah seorang warga memotret pria tua ini sedang bermain catur di pinggir jalan.

Dia tampak tak mengenakan baju dan tatonya terlihat sangat keren.

Foto tersebut telah dibagikan lebih dari 10 ribu kali dan kebetulan terpantau oleh polisi Jepang.

Pihak berwenang di Jepang pun meminta polisi Thailand bergerak memastikan buronan ini.

"Tersangka telah mengakui, dia adalah ketua subkelompok yakuza, Kodokai," jelas juru bicara kepolisian Thailand, Jenderal Wirachai Songmetta, mengacu pada afiliasi dengan kelompok yakuza terbesar Jepang, Yamaguchi-gumi.

Pascapperang, yakuza berubah menjadi organisasi kriminal.

Mereka melakukan berbagai tindakan kriminal, mulai dari perjudian, narkoba, prostitusi, pelindung orang penting, hingga kejahatan kerah putih.

Tidak seperti mafia Italia atau triad Tiongkok, yakuza tidak ilegal. Mereka memiliki markas sendiri dan dalam pengawasan polisi.

Untuk kasus Shigeharu Shirai, dia telah menembak mati bos kelompok saingannya.

Tujuh anak buahnya telah ditangkap dan dihukum 12 sampai 17 tahun penjara.

Polisi Jepang meyakini Shirai adalah bos yakuza yang mereka incar selama lebih dari sepuluh tahun, lantaran melihat tato dlam foto yang viral serta jari kelingkingnya yang terpotong.

 Potong Jari


Jari anggota Yakuza (Net)

Merelakan satu anggota tubuh kita hilang hanya untuk masuk sebuah organisasi mungkin jadi hal tergila.

Namun begitulah yang terjadi di Yakuza Jepang.

Bagaimana pun yang terjadi anggota yang melakukan kesalahan di kelompok ini harus merelakan jari mereka.

Kata yubitsume, secara harfiah berarti "pemendek jari", berfungsi sebagai alat bagi anggota Yakuza untuk menunjukkan penyesalan atas pelanggaran yang dilakukan.

Dilansir TribunTravel.com dari nextshark.com, sebagai permulaan ritual tersebut melibatkan pemotongan bagian paling atas dari kelingking kiri dengan sebuah pisau tajam.

Anggota yang membuat kesalahan kemudian membungkuk dan jarinya mulai dipotong.

Potongannya kemudian dikirim sebagai "paket" untuk oyabunnya, atau atasan langsungnya.

Pelanggaran yang terjadi terus-menerus ternyata bisa mengakibatkan amputasi dibagian-bagain lain.

Mantan bos yakuza Jepang Shigeharu Shirai menunjukkan tato ditubuhnya saat konferensi pers di kantor polisi di Lopburi, Thailand, Kamis (11/1/2018). (Reuters via Straits Times)
Alasan pemotongan jari tersebut bisa ditemukan dalam ilmu pedang tradisional yang ada di Jepang.

Dalam prateknya, 3 jari terakhir - kelingking, jari manis, dan kemudian tengah - digunakan untuk mencengkeram pedang erat-erat.


Mantan bos yakuza Jepang Shigeharu Shirai menunjukkan tato ditubuhnya saat konferensi pers di kantor polisi di Lopburi, Thailand, Kamis (11/1/2018). (Reuters via Straits Times)

Sementara jempol dan telunjuk sebenarnya lebih longgar dalam mencengkeram.

Dengan demikian memberikan hukuman pengangkatan jari mulai dari kelingking dipercaya akan semakin melemahkan pegangan terhadap pedangnya.

Menariknya lagi, pengambilan jari kiri ini dilakukan karena mereka yakin Asia Timur banyak orang kidal.

 Jadi anggora yang telah mengikuti yubitsume akan lebih lemah dan hanya bisa bergantung pada kelompok mereka.

Mereka juga dinilai lebih rentan menggunakan senjata api.

Dalam aturan tradisional, mereka harus mengamputasi jarinya tanpa bantuan dari anggota Yakuza lainnya.

Dan jelas itu membuat ritual semakin mengerikan.

Tak jarang dokter menemukan mereka meminta bantuan untuk menyambungkan jarinya kembali.

Mirisnya lagi, anggota Yakuza yang coba kembali ke masyarakat tak sepenuhnya diterima.

Terutama meraka yang telah kehilangan satu jari atau bahkan sama sekali tak memiliki jari.

Kahilangan jari membuat meraka kesulitan mencari kerja baru bahkan berjuang untuk keluar dari stigma tersebut.

Ilustrasi (net)
Kasus itulah yang membuat peningkatan permintaan jari-jari palsu di Jepang semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir.

Shintaro Hayashi, yang membuat bagian tubuh korban kecelakaan dan silikon untuk pasien kanker payudara, mengatakan kepada ABC News pada tahun 2013, "Saya mulai melihat peningkatan bertahap pada orang-orang yang meminta kelingking palsu. Mereka bukan anak kelingking berukuran kecil, menengah atau besar, tapi dibuat khusus."

Berikut ini potongan adehgan film "Black Rain" yang menggambarkan praktik tersebut karena karakter Sato menunjukkan bahwa dia menyesal:




Sumber
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==